Recent Posts

Tampilkan postingan dengan label Article. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Article. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Desember 2008

Yes,We Are All Designer!!!

Masa libur akhir tahun 2008 ini banyak saya habiskan untuk berhibernasi di kamar saja.. Mendalami beberapa hal diluar desain, itu judulnya! Sembari “mengunyah” ratusan halaman literasi dari beberapa buku baru & tabungan halaman web/blog desainer yang tak sempat terbaca selama ini. Didasari oleh sebuah artikel yang dibuat teman saya diblognya (dengan judul yang sama) ditambah petikan gitar Eddie Vedder & teriakan maskulin-nya Bryan Adams membuat saya terinspirasi untuk membuat sebuah karya. Cliing, maka jadilah ini…











Karya diatas mendeskripsikan bahwa siapapun kita, pada dasarnya lewat aktifitas2 sederhana harian, telah dan sering menerapkan pola desain didalamnya. Lewat pemilihan warna cat yang cocok untuk pagar dan tembok rumah kita sewaktu akan lebaran, pengkomposisian letak tempat tidur dan barang2 dikamar kontrakan kita yang sempit, pemilihan baju & rok saat ibu kita akan kondangan dsb adalah aktifitas2 yang pada dasarnya juga terjadi pada eksekusi desain.

Yang membedakannya, mungkin hanya wacana profesi saja. Makanya, desain diatas mencoba mengangkat hal tsb. Saya menampilkan Nevile Broody, David Carson, Tibor Kalman dkk sebagai representasi desainer "mapan" yang selama ini kita anggap sebagai simbol kehebatan seorang desainer. Sultan Hamid II & Fatmawati Soekarno sebagai representasi dari hal lain yang tak boleh dilupakan. Mereka berdua adalah kreator (baca juga : desainer nasionalis) lambang negara kita Garuda Pancasila & bendera Merah Putih. Terus, siapa Ujang, Rodiah & Pi'i?..hehe, ya mereka itu adalah representasi dari "orang-orang biasa" disekitar kita yang juga menerapkan pola pikir desain dalam prilaku keseharian nya. (Boleh diganti koq namanya sama nama tetangga, saudara atau kecengan anda..hehe). Orang-orang itulah yang mengkombinasikan warna cat rumahnya, menata kamar kontrakan juga memilih baju kondangannya. Mereka juga Desainer!! sama seperti kita..hanya mungkin dalam konteks yang berbeda. Jadi kalo dari dulu kita punya paradigma bahwa desainer adalah yang sekolah di DKV, Interior, Seni Rupa atau sebagainya, mulai sekarang ubahlah dalam konteks yang lebih luas!
Setuju?

PS ; Art (visual) direction diatas mengadaptasi desain poster yang dibuat oleh Pentagram.
Pop, witty dan typography driven. Sempat saya iseng postingkan juga disini lho!

Kamis, 25 Desember 2008

Efisiensikan Jumlah Font Anda (Part 1 - Pada Desain)

Pada beberapa tugas mata kuliah tipografi, ketika para mahasiswa bereksplorasi membuat sebuah media (seperti bulletin, booklet) seringkali saya menjumpai banyaknya font yang digunakan didalamnya. Yang pada sesi approval juga penilaian, saya seperti disodorkan analogi font oleh mereka. Bagaimana tidak, dalam media-media tsb semua elemen lay-out ingin “berbicara” dengan bahasanya masing-masing. Headline dengan bahasa sans serif Helvetica-nya, Subhead dengan italic Futura-nya, Bodycopy dengan Book Antiqua-nya, blm lagi Drop Cap, Header-Footer ,Quote dsb. Media tsb akhirnya menjadi semacam pasar karena elemen lay-out terlalu ramai oleh pesan yang dibawa oleh tipografinya. Tidak fokus dan ini riskan terhadap tersampaikannya pesan yang dibawa.


Bila kita seringkali menggunakan banyak fonts pada satu desain yang kita buat, sedari sekarang mulailah menggunakan seminimal & efektif jumlah font-nya. Gunakan maksimal setidaknya 3 jenis font- typeface pada satu desain kita. Selain meminimalisir masalah teknis pada file desain kita (embed font) , dengan cara itu kita telah mengupayakan agar desain kita juga menjadi lebih legible, readeble dan tentu saja komunikatif. Seperti slogan tenar yang sering didengungkan di kalangan desainer grafis : KISS “Keep It Simple Stupid”.





Efisiensikan Jumlah Font Anda (Part 2 - Pada Komputer)

Pernahkah anda perhitungkan berapa banyak waktu & tenaga yang terporsir untuk memilih font pada komputer saat kita membuat sebuah desain? Aktifitas ini nyaris selalu membutuhkan porsi waktu dan tenaga yang banyak. Hal ini sering disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan arahan yang kita punya saat memilih beberapa alterntif font dari banyaknya jumlah font yang kita punya.

Saran pertama saya adalah, cobalah belajar memahami lagi beberapa karakter (& hafal juga beberapa nama) font (light-regular-bold, condensed-extended dsb). Sehingga saat satu waktu kita menggarap sebuah desain & telah mengerti kebutuhan karakter font-nya, dengan cepat kita akan mendapatkan font-nya! Yang kedua adalah cek lagi jumlah font yang kita simpan pada drive komputer kita (rata-rata desainer yang saya kenal memiliki jumlah lebih dari 1000 font pada komputer mereka). Ada banyak sekali font yang pada dasarnya memiliki bentuk dan spesifikasi yang sama dengan nama yang berbeda. Ini biasanya terjadi bila font tsb lisensinya dimiliki oleh beberapa perusahaaan. Garamond misalnya, font ini memiliki beberapa versi nama seperti ITC Garamond, Adobe Garamond, Garamond Normal dsb. Beberapa jenis fonts tenar pun kalau mau kita perhatikan memiliki bentuk & proporsi yang nyaris sama, misal Humanst521 dengan Gill Sans, Arial & Helvetica dsb. Plis, rampingkan saja jumlahnya. Kita bisa mulai dengan mengidentifikasi karakternya. Setelah itu catat fonts2 yang memiliki bentuk/spesifikasi sama dan hapus salah satunya!

Aktifitas ini pada dasarnya memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Beberapa waktu lalu pun saya menghabiskan lebih dari 4 jam untuk menghapus lebih dari 300 font similiar yang ada pada komputer saya. Tapi sekali lagi itu jauh lebih baik daripada setiap kali mengerjakan desain, stamina & waktu kita dikuras oleh aktifitas memilih banyaknya fonts. Software2 seperti Bitstream Font Navigator, Font View, Font Lister dsb bisa membantu mengerjakan aktifitas ini. Lebih jauh, kalo kita tidak terbiasa me-manage apa yang kita punya sebagai perangkat kreatif yang efektif kita hanya akan memubazirkan semuanya. Selamat Mencoba!

Desainer : (Bukan) Cuma Tukang Visual Saja

Seringkali saya bertemu dengan orang dan menanyakan apa pekerjaan saya. Setelah dijelaskan, kebanyakan dari mereka akan berkomentar “Oh, desainer grafis! Itu yang kerjaannya tukang gambar yha..?”. Hmm…Model jawaban seperti ini memang tidak sepenuhnya salah, tapi nyaris selalu membuat saya miris hati.


Entah apa yang menyebabkan, profesi desainer grafis selalu diidentikkan oleh masyarakat kita dengan aktifitas teknis eksekusi visual saja (menggambar atau duduk berjam-jam didepan komputer). Jangan-jangan paradigma semacam ini diciptakan oleh para pelakunya sendiri yang “memenjarakan” dirinya pada aktifitas tsb saja. Hingga tak mengherankan, sekilas pada permahamannya masyarakat awam akan semakin sulit membedakan antara desainer grafis (yang branded) dengan tukang setting/operator komputer (yang juga punya brand sebagai desainer). Kondisi ini diperparah dengan maraknya kursus-kursus yang mengatasnamakan desain grafis, tapi pada kenyataannya hanya mengajarkan ketrampilan software komputer.


Tentu saja, masalah pemahaman ini, menjadi PR bagi para desainer kalau tak mau mendapat persepsi yang sama dengan apa yang pernah saya terima. Salah satunya mungkin lewat edukasi, sharing dsb kepada masyarakat. Lewat tulisan (seperti diblog ini ^_^ ), obrolan sore atau kalo perlu ceramah rutin di kelurahan (hehe!). Karena bagaimanapun desainer adalah “spesies” yang juga hidup ditengah masyarakat. Kita bisa antarkan lewat contoh ringan seperti bagaimana efek desain undangan kumpul warga di kelurahan mempengaruhi jumlah kehadiran dll. Akhirnya lewat upaya ini masyarakat akan tahu kalo desainer adalah “dokter” problem solver terhadap masalah komunikasi yang ada disekitar mereka lewat bentukan visual sebagai bahasanya.


Yang patut dicatat adalah bahwa upaya edukasi dengan cara apapun (seperti misalnya contoh diatas) tak akan berhasil bila kita (desainer) tidak memulainya lewat penanaman pola pikir – passion yang kuat pada diri kita tentang siapakah kita sebenarnya.

Rabu, 24 Desember 2008

Mampet Ide? Brainstorming Aja!

Seringkali, dalam proses awal ketika kita mengerjakan sebuah project desain, kita dihadapkan pada masalah mandeknya ide. Masalah menjadi lebih besar, manakala tenggat waktu (deadline) pengerjaanya telah mepet sedangkan kita tetap dihadapkan pada kondisi yang sama. Disaat inilah kita membutuhkan semacam solusi untuk menghasilkan banyak ide dengan cara secepatnya.

Salah satu solusi efektif menghadapi masalah tsb adalah melalui brainstorming. Pada dasarnya, brainstorming merupakan sebuah metode kreatif untuk mencari ide-ide/strategi yang baru dan kreatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan membentuk suatu kelompok bicara. Istilah ini juga sering disinonimkan dengan istilah “curah pendapat” atau “temu pikir”.

Cara sederhananya adalah kumpulkan beberapa orang teman/kenalan anda pada satu waktu & tempat yang cukup kondusif. Pada orang-orang tsb uraikan masalah & tujuan diadakan brainstorming serta sasaran2 yang akan dicapai. Sesi ini akan lebih baik bila dilakukan beberapa waktu sebelum brainstorming dimulai dengan membagikan handout-nya, sehingga para peserta telah memiliki persiapan sebelumnya, gak kaget!. Dan lewat cara ini memungkinkan para peserta untuk mencari referensi tambahan. Setelah semua siap, mulailah tahap introduce/persiapan. Sesi ini dapat diisi dengan pengajuan pertanyaan2 mengenai masalah pada project yang ditangani. Misalnya "Menurut anda desain lama kemasan obat ini menyerupai kemasan apa yha?"

Lewat cara diatas, masalah bisa lebih diidentifikasikan. Setelah itu mulailah masuk pada sesi pencarian ide. Moderator mengupayakan agar semua peserta dapat aktif ambil bagian. Ketika sesi pengungkapan gagasan dalam brainstorming berjalan, catat atau rekamlah semua gagasan yang muncul. Jangan mengecualikan sebuah gagasan tertentu. Sesepele apapun idenya. Catatlah semua gagasan yang muncul. Ingat, bahwa salah satu prinsip brainstorming adalah dilarang saling mengkritik/debat sebuah ide. Setelah semua ide masuk & terdokumentasikan masuklah apada sesi kritis penyeleksian & penajaman ide. Penyeleksian ide dapat didasarkan pada konteks & tujuan. Disesi inilah forum diberi kesempatan untuk lebih intens mengkritisi ide2 yang ada.

Setelah itu..kita akan menemukan beberapa data yang kemungkinan bisa jadi pangkal sentral idenya. atau malah lebih spesifik sebagai ide itu sendiri. Jika begitu, berbahagialah karenanya..Jika tidak, mungkin kita harus mengevaluasi ulang penyelenggaraan brainstorming kita. Semangat..

Ketika sesi brainstorming telah berakhir, ciptakanlah suasana yang menyenangkan dan berkesan bagi seluruh peserta yang hadir. Sangat disarankan untuk membangun suasana ini sedari awal proses brainstorming. Sediakan makanan, perdengarkan musik atau lainnya bisa jadi salah satu caranya. Harus ditekankan bahwa brainstorming bukanlah satu-satunya cara menyelesaikan masalah kemandekan ide. Ada begitu banyak cara lain yang bisa diberdayakan. Tapi semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan kita. Selamat mencoba, semoga berguna!.

Senin, 22 Desember 2008

Designer : We Are Not a Swiss Army Knife!

Batasi Jumlah Font Anda (Part 1 - Pada Desain)

Seorang teman yang sedang mencari kerja datang & mengeluhkan beberapa info lowongan desain grafis kepada saya. Ia menceritakan fenomena iklan lowongan kerja di media masa yang sudah mulai mensyaratkan macam-macam ketrampilan bagi pelamarnya. Teman saya menyadari bahwa syarat –syarat seperti itu tentunya akan sulit di penuhi oleh mereka yang baru lulus (fresh graduate) dan belum memiliki pengalaman.

Kemudian teman saya memperlihatkan beberapa lowongan iklan kepada saya seperti ini:

Dibutuhkan seorang Disainer Grafis dengan syarat-syarat:

Memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun, Dapat membuat gambar illustrasi freehand, Menguasai komputer Macintosh dan aplikasi Corel Draw, Mc.Freehand, Illustrator CS, Photoshop, Dream Weaver, Flash dan 3D Studio Max. Mampu membuat artwork, dan disain untuk web dan mengerti proses cetak. Sanggup bekerja keras dan lembur bila diperlukan.

Ada juga yang seperti ini:

Dicari desainer grafis untuk perusahaan advertising dengan syarat sbb:

Lulusan S1 DKV dari universitas ber-qualified, min IPK 3.00. Memiliki kendaran sendiri. Menguasai Illustrator, Photoshop, Corel Draw. Dapat membuat modeling 3D, animasi Flash (lebih diutamakan) Mengerti Javascript, HTML, PHP dll. Artcoholic dan siap lembur!

Sebuah iklan yang tentu saja segera menciutkan nyali disainer-disainer muda yang berbakat tapi belum memiliki pengalaman kerja dan baru mempunyai pengetahuan komputer tingkat dasar saja.

Analogi fenomena ini bagaikan mencari sebuah pisau tentara swiss (Swiss Army Knife). Desainer dikondisikan wajib memiliki berbagai fungsi kalau perlu bisa merangkap jadi akuntan dan marketing sekaligus. Tindakan biro desain/advertising yang mencari disainer multifungsi seperti sebilah pisau tentara swiss merupakan sebuah hal yang muluk.

Studio desain/advertising yang menggunakan prinsip ini sangat berpotensi akan menomerduakan kemampuan analitik/kreatif dari para calon desainernya. Karena kalau kita lihat lagi iklan diatas jelas sekali mereka mencari orang berdasarkan pertimbangan kemampuan teknisnya semata. Yang penting order cepet selesai, kualitas ntar dulu lah..!

Sedihnya..jumlah biro semacam ini luar biasa banyak di Indonesia. Merekalah yang pada akhirnya banyak melakukan piracy, pencurian ide, dan tentu tidak mengenal etika bisnis dan profesi. Mengapa biro2 semacam ini tetap ada? Jawabannya mudah karena adanya "dukungan" dari insan disainer itu sendiri. Siapa mereka? Jawabannya lebih mudah lagi...KITA SEMUA!